Beberapa hari belakangan ini, saya membaca dan menonton berita terkait dengan kinerja penegakan hukum di negara kita tercinta. Diantara sekian banyak berita yang dipaparkan ada 3 berita yang menarik perhatian yakni: Pembatalan Putusan Bebas Prita, Penahanan Sepuluh Anak-Anak di Tangerang, dan terakhir kasus keputusan MA terhadap Caleg yang telah ditetapkan oleh KPU.
Begitu mendengar pembatalan putusan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten, saya bertanya-tanya ada apakah ini? Permasalahan yang diangkat adalah soal masa berlakunya penerapan Undang-Undang Informasi, Transaksi dan Elektronik (UU ITE). Saya memang awam sekali tentang hukum namun berdasarkan keterangan para pakar hukum yang saya baca dan lihat di TV tentang penerapan UU tersebut masih tahun depan. Yang mana yang benar... mari kita tunggu di pengadilan tinggi Banten antara Prita vs RS Omni. Pendapat saya adalah telah terjadi pergeseran pokok permasalah yakni proses penahanan seorang ibu yang masih menyusui anaknya oleh institusi hukum menjadi masa berlaku penerapan UU ITE. Mudah-mudahan kebenaran sejati akan terkuak secepatnya, mana yang terzholimi dan mana yang dizholimi.
Selanjutnya, penahanan 10 anak-anak dibawah umur oleh polisi terkait dengan "perjudian" yang dituduhkan kepada mereka dengan nilai judi Rp.1000 sekali putaran. Meskipun saat ini mereka semua sudah bebas karena putusan hakim yakni mengembalikan kepada orang tuanya masing-masing tapi trauma penahanan mereka tidak akan hilang dalam hitungan bulan. Belum lagi perlakuan yang diterima selama penahanan. Apabila kita mau jujur, uang sebesar Rp.1000 bagi sebagian orang mungkin sudah tidak ada artinya. Namun bagi mereka ber-10 uang sebesar itu yang mengirimkan mereka ke penjara. Mudah-mudahan alasan penahanan mereka bukan direkayasa tapi mengikuti aturan yang berlaku.
Terakhir adalah keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir keputusan KPU tentang calon legislatif terpilih. Sempat membuat banyak orang berpolemik di media massa maupun media elektronik khususnya antara Zaenal Maarif (Partai Demokrat) dengan Hadar Gumay (Cetro). Terlepas siapa yang benar, namun dalam perdebatan terkadang pembahasan bukan pada pokoknya yakni keputusan MA harus diimplementasikan langsung oleh KPU atau tidak tetapi cara berhitung dalam mendapatkan jatah kursi. Mudah-mudahan setelah KPU mengeluarkan sikap, semuanya dapat lebih tenang menghadapi situasi dan kondisi kurang menyenangkan ini.
Harapan terakhir dari kasus-kasus diatas bagi masyarakat umum adalah bagaimana kinerja penegak hukum lebih ditingkatkan lagi dan membela masyarakat umum (bukannya untuk kaum tertentu saja) karena masyarakat telah membayar PAJAK untuk dilayani oleh seluruh aparat pemerintah dan bukan sebaliknya.
Jakarta, Jam 12.32 PM
3 Agustus 2009
http://sentilan.blogspot.com
No comments:
Post a Comment