Like fanspagenya SENTILAN

Sunday, 28 June 2020

PPDB 2020 lagi nih

Tulisan terakhir saya menuliskan tentang PPDB 2020 yang berdasarkan usia. Nah kali ini saya mau cerita kelanjutannya.

Info dari wali kelas Nazif, orang tua murid (OTM) kudu bersiap-siap di depan laptop atau komputer untuk proses pendaftaran secara online. Sebisa mungkin OTM mempersiapkan dokumen yang sekiranya dibutuhkan.

Sebagai informasi... ada 3 kriteria utama yakni usia, waktu pendaftaran dan pilihan sekolah. Maksudnya apabila usia sama maka yang lebih dulu mendaftarkan diri menjadi yang terpilih dan kalau waktunya masih sama juga pilihan sekolah lebih dulu yang diutamakan diterima.

Berbekal info tersebut maka kami (saya dan Nazif) bahu membahu menggunakan laptop dan HP  karena login bisa multi user (bisa login di lebih dari satu gadget di waktu yang bersamaan). Nazif pakai laptop dan saya pakai HP.

Saat waktu menunjukkan pukul 8 pagi, kami langsung mulai. Strategi pertama kami input, 3 SMA pilihan utama jurusan IPA dipilih. Dalam waktu 30 menit, nama Nazif pun mental... karena kalah tua...

Dengan cepat kami input lagi 3 pilihan baru di SMA yang berbeda agar bisa masuk dalam kolom penerimaan siswa baru.
Di strategi kedua inipun nama Nazif tidak bertahan lama karena dalam 30 menit selanjutnyapun... nama Nazif kembali hilang atau terlempar lagi. Dengan cepat kami cari lagi SMA yang masuk zonasi untuk kami input ulang pilihan. Untuk ketiga kalinya kami memilih SMA lagi tapi 30 menit kemudian.... namanya kembali tenggelam oleh nama siswa lain yang usianya lebih tua.

Hanya butuh 90 menit, Nazif gugur di jalur penerimaan Zonasi yang berbasis usia. Sementara itu OTM lainnya masih sibuk input sana sini, kami berdua sudah tertawa pedih karena tersingkir .... Kalah TUA.

Dalam perjalanan 3 hari proses pendaftaran jalur zonasi diwarnai dengan kontroversi. Anak-anak kelahiran tahun 2005 hampir tidak ada yang diterima SMAN. Info terbaru dari walikelas bahwa SMPN asal Nazif baru 28 siswa dari total 277 siswa angkatan 2020. Itu artinya baru sekitar 10% yang diterima SMAN.

Informasi terbaru yang kami dapat (semoga tidak benar sih) adalah ada siswa kelulusan 2019 yang mendaftar kembali di PPDB 2020. Nah kalau berita ini benar adanya pantas saja prosentase yang tidak lolos menjadi sangat tinggi.

Di kelas Nazif para juara kelas tidak ada yang diterima. OTM pun menjadi curhat di WAG kelas. Banyak yang tidak terima kondisi seperti ini. Beberapa anaknya mengalami stress ga bisa tidur karena namanya bisa saja terlempar apabila ada yang lebih tua baru mendaftar di akhir akhir waktu pendaftaran.

Sebenarnya masih ada satu jalur lagi yakji jalur prestasi... namun kuota hanya setengah dari kuota zonasi. Kalau membayangkan persaingan 90% dari SMP nya Nazif aja yang belum diterima.... belum lagi dari SMP lainnya.... betapa tingginya persaingan di jalur tersebut... namun Bismillah aja.... kita jalani saja nanti...

Tuesday, 16 June 2020

PPDB oh ....PPDB


Seperti cuaca atau iklim yang secara periodik mengalami kondisi berulang (musim kekeringan atau musim penghujan) sehingga membuat banyak orang menjadi selalu waspada dan bingung, PPDB pun menjadi momok bagi orang tua murid yang setiap tahun berganti pola dan aturan main dalam hal kriteria masuk ke sekolah Negeri.

Kalau tahun-tahun  sebelumnya kriteria utama menerima murid di sekolah (tingkat SMP dan SMA khususnya) adalah Nilai UN (kemudian berubah untuk masuk SMP karena ditiadakannya UN untuk SD). Banyak yang protes bahwa UN tidak banyak manfaatnya.... dengan alasan yang diungkapkan oleh penggiat anti UN.

Kemendikbud membuat aturan zonasi (istilah kerennya) tentunya dengan banyak kajian yang sudah dilakukan, namun begitu untuk Teknis Pelaksanaan PPDB  diberikan kepada daerah masing-masing untuk mengaturnya. Zonasi itu sendiri memiliki pengertian umum adalah mengatur zona berdasarkan kelurahan atau kecamatan dari domisili calon peserta (baca: berdasarkan KK) dan hanya bisa mendaftar di sekolah-sekolah yang sudah diatur oleh Kemdikbud tiap wilayah.

Awal pengaturan Zonasi banyak mengundang protes orang tua murid sebab dinilai kurang fair. Seorang siswa yang dengan nilai rata2 UN 7 bisa langsung masuk sekolah negeri kalau domisili KK berjarak 1 KM dari sekolah, dan mengalahkan seorang siswa dengan nilai rata2 UN 9 karena jarak sekolahnya 3 KM. Sampai-sampai ada teman yang di Timeline FB membuat Status: "Ketika Pinter Dikalahkan oleh Meter"

DKI Jakarta ketika pertama kali diberlakukan Zonasi, sudah memiliki sistem yang transparan dan online...tidak ada yang menyangkal sistem sudah hampir sempurna dan tidak ada protes yang berarti dari orang tua murid terhadap aturan main yang ditetapkan. Sistem yang dilakukan oleh DKI  adalah Lokal dan Umum. Dimana sistem Lokal hampir sama dengan sistem Zonasi. Namun Pemda DKI tetap mengusung Nilai sebagai kriteria utamanya bukan kilometer.

Tahun ajaran 2020/2021, Pemda DKI mengeluarkan aturan terbaru yang baru yakni pada sistem Zonasi kriteria berdasarkan Usia...bukan Nilai atau Jarak. Tentunya saya yakin sudah melalui kajian yang mendalam bahkan saya sudah membaca latar belakang kriteria usia...suka atau tidak suka...kajian yang dilakukan sudah baik...in my opinion (juga anak-anak nomor satu dan dua yang sudah kuliah sepakat dengan saya).

Orang tua murid pastinya ada yang protes terutama kalau anaknya tidak cukup tua (baca: muda) dan kans masuk melalui zonasi menjadi lebih kecil. Namun yang saya kaget adalah komentar dari pendidik (baca: Guru), mereka masih berpendapat kalau anak-anak sudah digenjot belajarnya agar mendapat hasil yang baik sebagai output didikannya. Ada rasa nelangsa di hati mereka karena Nilai sama sekali tidak menjadi kriteria di jalur zonasi. Seperti ada yang hilang kebanggaan mereka ketika hasil kerja keras menngenjot anak-anak untuk mendapatkan hasil terbaik tidak ...menjadi tidak ada harganya.

Sebagai orang tua murid yang mau masuk SMA, saya hanya bisa berstrategi saja di saat pendaftaran, semoga bisa masuk sebolah negeri yang diinginkan.


Thursday, 17 January 2019

Kisi-Kisi Versus Bocoran

Akhirnya saya buka puasa dengan memulai menulis lagi.Semangat ini timbul antara lain karena om enha juga mulai menulis lagi. Beliau salah satu rekan blogger sedari awal mulai menulis yang kebetulan tinggalnya masih berdekatan dan sekolah anaknya (dulu) satu sekolah dengan anak2 saya. Beberapa kali kita kopdar ga sengaja di sekolah anak2 pas ambil raport..

Back to tulisan yang ingin dibahas yakni tentang Kisi-Kisi versus Bocoran. Awalnya sih dari kejadian salah satu anak sekolah namun berhubung adanya pilpres yang ramai tentang kisi-kisi pertanyaan, akhrnya memantapkan kembali menulis.

Berawal dari kegiatan belajar bersama (grup belajar) yang digawangi anak tersebut. Sudah lebih dari setahun anak tersebut punya grup belajar yang secara berkala selalu berkumpul baik saat menghadapi UTS atau UAS dan UH. Setiap pamit pergi belajar selalu lapor kepada orangtuanya mau belajar di rumah si anu. Beberapa kali koq tempat belajarnya bukan tempat biasa dia belajar. Orangtuanya iseng tanya koq belajarnya pindah? Jawabnyapun diplomatis...ingin cari suasana baru aja.

Monday, 24 October 2016

Ambil Jawilan Blogger

Lama ga nulis....bikin rumah disini debunya semakin tebal. Lama ga jalan2 mengunjungi rumah rekan2 blogger jadi ga tahu perkembangan terakhir dari blogger. Perasaan belum lama ga aktif nulis eh ga tahunya udah berbulan2 aja jaraknya.

Nah...lagi jalan2 ke rumahnya om enha, ada tulisan tempo doeloe...tentang jawilan. Saya jadi mau ikutan deh. Ambil jawilan sekalian bersihin debu di rumah ini yg makin tebel....hehehe.

Terima kasih om enha yang udah memperbolehkan mengambil jawilan ini.....

Thursday, 20 October 2016

Nasi Uduk .........

Ini bukan mau bahas Nasi uduk, tapi seorang lelaki yang saya yakin lebih tua dari saya umurnya. Saya hampir setiap hari melihat si bapak penjual nasi uduk (tergantung rute sih) setelah mengantar anak saya yang bersekolah di kawasan tanah kusir. Sewaktu pertama kali melewati si bapak dengan jualannya, saya belum yakin dia jualan apa. Namun setelah bebrapa kali lewat akhirnya saya apat kesimpulan kalau beliau jualan nasi uduk.

Kalau mau jujur, perjalanan dari rumah ke kantor pasti saya melewati belasan penjual nasi uduk. Tapi sosok lelaki itu yang membuat jadi perhatian saya. Kegigihan dan keuletan meskipun sudah terlihat banyak umurnya tidak menghalangi beliau. Setelah beberapa kali gagal mampir akhirnya hari ini saya berkesempatan mampir.